Pages

Dani Darmawan. Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 14 Oktober 2015

Psikologi Perkembangan



Nama         : Dani Darmwan
Kelas : 1H PGSD
NPM : 14.1.01.10.0020

Soal :
1.      Jelaskan definisi psikologi dan psikologi pendidikan !
2.      Jelaskan peran guru dalam pembelajaran konstruktifisme !
3.      Jelaskan peranan psikologi pendidikan dalam kegiatan pembelajaran !
4.      Bagaimana pandangan vygotsky tentang perkembangan koknitif ?
5.      Jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi belajar !
6.      Jelaskan perbedaan antara paradikma behavorisme, koknitifisem, dan kontruktifisem !
7.      Bagaimana peranan guru agar siswa dapat belajar secara optimal dan memperoleh hasil belajar yang secara optimal ?
8.      Sebagai guru apa yang anda akan lakukan jika siswa sering meninggalkan kelas / tempat duduk dan cenderung mengganggu temannya ?

Jawaban :
1.Pengertian Psikologi Dan Psikologi Pendidikan
1.      Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang ingin mempelajari manusia. Yaitu manusia sebagai suatu kesatuan yang utuh antara jasmani dan rohani, yakni manusia sebagai individu.
Dengan singkat dapat kita katakan bahwa Psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang dimaksud dengan tingkah laku di sini ialah segala kegiatan/tindakan/ perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadarinya termasuk di dalamnya yaitu cara berbicara, berjalan, berpikir, mengambil keputusan, cara melakukan sesuatu,cara bereaksi terhadap segala sesuatu yang datang dari luar diri, maupun dari dalam diri.


Psikologi Pendididkan
Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat.


2.Peran Guru Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
           Menurut carnegie tentang pendidikan terdapat sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah :
Memiliki pemahaman tentang kerja baik fisik maupun sosial, memiliki kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, memiliki kemampuan membantu pemahaman siswa, memiliki kemampuan mempercepat kreativitas siswa, dan memiliki kemampuan kerja sama dengan orang lain.
          Guru tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka perlukan, dimana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Disamping penguasaan materi, guru juga dituntut memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam.
          peranan guru tidak lebih sebagai fasilitator, suatu posisi yang sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Tugas sebagai fasilitator lebih berat dibandingkan hanya sebagai transmiter pembelajaran. Guru sebagai fasilitator akan memiliki konsekuensi langsung sebagai perancang, model, pelatih, dan pembimbing. Disamping sebagai fasilitator, secara lebih spesifik peranan guru dalam pembelajaran adalah expret learnes, sebagai manager, dan sebagai mediator.
          Sebagai expert learnes, guru diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang pembelajaran, menyediakan waktu yang cukup untuk siswa, menyediakan masalah dan alternatif solusi, memonitor proses belajar dan pembelajaran, merubah strategi ketika siswa sulit mencapai tujuan, berusaha mencapai tujuan kognitif, afektif, dan psikomor siswa.
          Sebagai manager, guru berkewajiban memonitor hasil belajar siswa dan masalah-masalah yang dihadapi mereka, memonitor disiplin kelas dan interpesonal, dan memonitor ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas.
          Sebagai mediator, membantu para siswa memformulasikan pertanyaan atau mengkonstruksi representasi visual dari suatu masalah, memandu para siswa mengembangkan sikap positif terhadap belajar, pemusatan perhatian, mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan awal,  menjelaskan bagaimana menghubungkan gagasan-gagasan para siswa, dan pemodelan proses berpikir dengan menunjukan kepada siswa agar mampu berpikir kritis.
          Peran guru adalah menciptakan dan memahani sintaks pembelajaran. Sintaks pembelajaran adalah langkah-langkah operasional yang dijabarkan berdasarkan teori desain pembelajaran. Sintaks pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivistik seringkali mengalami adapatasi sesuai dengan kebutuhan. Hal ini menjadi penting untuk menyempurnakan yang rekursif, fleksibel, dan dinamis.


3. Peran Psikologi Pendidikan Dalam Proses Belajar-Mengajar
Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar.
Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam :
1.      Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
2.      Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
3.      Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.


Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yaitu :
1.      Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational psychology)
2.      Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
3.      Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
4.      Perkembangan siswa (growth).
5.      Proses-proses tingkah laku (behavior proses).
6.      Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7.      Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition learning)
8.      Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
9.      Pengukuran, yakni prinsip-prinsip  dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and definitions).
10.  Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)
11.  Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
12.  Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13.  Kesehatan rohani (mental hygiene).
14.  Pendidikan membentuk watak (character education).
15.  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects).
16.  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.

Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.

2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.

3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.



4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.

5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.

6. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.

7. Menilai hasil pembelajaran yang adil
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.




4.  Pandangan Vygotsky Tentang Perkembangan Kognitif
Lev Vygotsky (1896-1934) berpendapat bahwa anak secara aktif menciptakan pengetahuan mereka sendiri. Teori Vvygotsky adalah teori kognitif yang mengutamakan bagaimana interaksi sosial dan budaya menuntun perkembangan kognitif.
Vygotsky melukiskan perkembangan sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari aktivitas sosial dan budaya. Ia berpendapat bahwa perkembangan memori, atensi dan  penalaran, mencakup kegiatan belajar untuk menggunakan temuan-temuan dari masyarakat, seperti bahasa, system matematika, dan strategi memori. Dalam suatu budaya, hal ini dapat meliputi kegiatan belajar berhitung dengan bantuan komputer. Di hari lainnya, individu juga dapat belajar berhitung dengan menggunakan tangannya atau manik-manik. Teori Vygotsky telah cukup banyak merangsang minat terhadap pandangan yang menyatakan bahwa pengetahuan itu  kolaboratif. 

Dalam pandangan ini, pengetahuan tidak disimpulan dari dalam individu namun dibangun melalui interaksi dengan orang lain dan  berbagai objek di dalam budaya tersebut, seperti buku-buku. Hal ini mengimplikasikan bahwa  pengetahuan paling baik dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain dalam aktivitas kooperatif. Secara khusus, ia berpendapat bahwa interkasi anak-anak dengan orang dewasa dan kawan-kawan sebaya yang lebih terampil tidak dapat dipisahkan untuk meningkatkan  perkembangan kognitif mereka. Melalui interaksi ini, anggota yang kurang terampil dari suatu  budaya belajar untuk menggunakan perangkat yang dapat membantu mereka untuk  beradaptasi dan berhasil.


 

 

 

 

5.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar


      Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu berasal dari dalam diri orang yang belajar dan ada pula dari luar dirinya. Dibawah ini dikemukakan faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar :
 
A.    Faktor Internal (Yang Berasal Dari Dalam Diri)
1.      Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Bila seseorang selalu tidak sehat, sakit kepala, demam, pilek, batuk dan sebagainya,dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar.
Demikian pula halnya jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik, misalnya mengalami gangguan pikiran, perasaan kecewa karena konflik debngan pacar, orang tua atau karena sebab lainnya, ini dapat mengganggu atau mengurangi semangat belajar. Karena itu, pemeliharaan kesehatan sangat penting bagi setiap orang fisik maupun mental, agar badan tetap kuat, pikiran selalu segar dan bersemangat dalam bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar.
2.      Intelegensi (kecerdasan)
Seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ-tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cendrung baik sebaliknya orang yang intelegensinya rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir sehingga prestasi belajarnya rendah. 
      Raden Cahaya Prabu, pernah mengatakan dalam mottonyan bahwa: “didiklah anak sesuai taraf umurnya. Pendidikan yang berhasil karena menyelami jiwa anak didiknya”. Yang menarik dari ungkapan ini adalah tentang umur dan menyelami jiwa anak didik.
      Beliau berkeyakinan bahwa perkembangan taraf intelegensi sangat pesat pada masa umur balita dan mulai menetap pada akhir masa remaja. Taraf intelegensi tidak mengalami penurunan, yang menurun hanya penerapannya saja, terutama setelah berumur 65 tahun ke atas bagi mereka yang alat inderanya mengalami kerusakan. Karena intelegensi diakui ikut menentukan keberhasilan belajar seseorang.
      Beliau juga mengatakan bahwa anak-anak yang taraf intelegensinya dibawah rata-rata, yaitu dull normal, debil, embicil, dan idiot sukar untuk sukses dalam sekolah. Mereka tidak akan mencapai pendidikan tinggi karena kemampuan potensinya terbatas. Sedangkan anak-anak yang taraf intelegensinya normal, diatas rata-rata seperti superior, gifted dan genius, jika saja lingkungan dan keluarga, masyarkat dan lingkungan pendidikannya juga turut menunjang, maka mereka akan dapat mencapai prestasi dan keberhasilan dalam hidupnya.
3.      Bakat
Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Bakat memang diakui sebagai kemamapuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau latihan. Misalnya belajar main piano, apabila dia memiliki bakat musik akan lebih mudah dan cepat pandai dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki bakat itu.
Banyak sebenarnya bakat bawaan atau terpendam yang dapat ditumbuhkan asalkan diberikan kesempatan dengan sebaik-baiknya. Disini tentu saja diperlukan pemahaman terhadap bakat apa yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Soenarto dan Hartono bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud. Misalnya, seseorang mempunyai bakat menggambar jika ia tidak pernah diberi kesempatan untuk mengembangkan, maka bakat tersebut tidak akan tampak. Jika orang tuanya menyadari bahwa ia mempunyai bakat menggambar dan mengusahahkan agar ia mendapatkan pengalaman yang sebaik-baiknya untuk mengembangkan bakatnya dan anak itu juga menunjukkan minat yang besar untuk mengikuti pendidikan menggambar, maka ia akan dapat mencapai prestasi yang timbul dan bahkan dapat menjadi pelukis terkenal. Sebaliknya, seorang anak yang mendapatkan pendidikan menggambar dengan baik, namun tidak memiliki bakat menggambar, maka tidak akan pernah mencapai prestasi untuk bidang tersebut. Dalam kehidupan di sekolah sering tampak bahwa seseorang yang mempunyai bakat dalam bidang olahraga, umumnya prestasi mata pelajaran lainnya juga baik.
Keunggulan dalam salah satu bidang, apakah bidang sastra, matematika atau seni, merupakan hasil interaksi merupakan hasil dari bakat yang dibawa sejak lahir dan faktor lingkungan yang menunjang termasuk minat dan dorongan pribadi.
4.      Minat
Menurut Slameto, minat adalah suatu rasa  lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri, semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minat. Minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan datang dari hati sanubari.
Minat yang besar terhadap sesuatu  merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai  atau memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Timbulnya minat belajar disebabkan berbagai hal antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikan martabat atau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan bahagia. Minat belajar yang besar cendrung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah.
Dalam konteks itulah diyakini bahwa minat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik. Tidak banyak yang dapat diharapkan untuk menghasilkan prestasi belajar yang baik dari seseorang anak yang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana menimbulkan minat anak didik terhadap sesuatu? Memahami kebutuhan anak didik dan melayani kebutuhan anak didik adalah satu upaya membangkitkan minat anak didik.
Dalam penentuan jurusan harus disesuaikan dengan minat anak didik. Jangan dipaksakan agar anak didik tunduk pada kemauan guru untuk memilih jurusan lain yang sebenarnya anak didik tidak berminat. Dipaksakan juga pasti akan sangat merugikan anak didik. Anak didik cenderung malas belajar untuk mempelajari mata pelajaran yang disukainya. Anak didik pasrah pada nasib dengan nilai apa adanya.
Cara yang efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subjek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat anak didik yang telah ada. Misalnya, beberapa orang anak didik menaruh minat pada olahraga balap mobil. Sebelum mengerjakan kecepatan gerak guru dapat menarik perhatian anak didik dengan menceritakan sedikit mengenai balap mobil yang baru saja berlangsung, kemudian sedikit demi sedikit diarahkan ke materi pelajaran sesungguhnya.

5.      Motivasi
Menurut Neoehi Nasution, Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendororng seseorang untuk melakukan sesuuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Motivasi berbeda dengan minat. Ia adalah daya penggerak atau pendorong untuk melakukan suatu pekerjaan. Yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar. Motivasi yang berasal dari dalam diri (intrinsik), yaitu dorongan yang datang dari sanu bari umumnya karena kesadaraan akan penting nya sesuatu. Motivasi yang berasal dari luar (ekstrinsik) yaitu dorongan yang datang dari luar diri (lingkungan), misalnya dari orang tua, guru, teman-teman, dan anggota masyarakat. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat, akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah, atau semangat.
Sebaliknya, belajar dengan motivasi yang lemah akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pelajaran.
      Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilannya. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar.
6.      Cara Belajar                 
Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar tanpa memperhatikan tekhnik dan faktor psiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan, akan mempengaruhi hasil yang kurang memuaskan.
      Ada orang yang sangat rajin belajar, siang dan malam tanpa istirahat yang cukup. Cara belajar seperti ini tidak baik. Belajar harus ada istirahat untuk member kesempatan kepada mata, otak, serta organ tubuh lainnya untuk memperoleh tenaga kembali.
      Selain itu, teknik-teknik belajar perlu diperhatikan, bagaimana caranya membaca, mencatat, menggaris bawahi, membuat ringkasan /kesimpulan, apa yang harus dicatat dan sebagainya. Selain dari teknik-teknik tersebut, perlu juga diperhatikan waktu belajar, tempat, fasilitas, penggunaan media pengajar, dan penyesuaian bahan pelajaran.


7.      Kemampuan Kognitif (Konsep Diri)
Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain. Disini konsep diri yang dimaksud adalah bayangan seseorang tentang keadaan dirinya sendiri pada saat ini dan bukanlah bayangan ideal dari dirinya sendiri sebagaimana yang diharapkan atau yang disukai oleh individu bersangkutan. Konsep diri berkembang dari pengalaman seseorang tentang berbagai hal mengenai dirinya sejak ia kecil, terutama yang berkaitan dengan perlakuan orang lain terhadap dirinya.
      Dalam dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan yang sangat dikenal dan diakui oleh para ahli pendidikan, ranah kognitif, afektif, psikomotor. Ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk disukai. Karena penguasaan kemampuan pada tingkat ini menjadi dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan.
      Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai jembatan unutk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu persepsi, mengingat, dan berpikir. Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan dan informasi kedalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungan. Hubungan ini dilakukan lewat indranya, yaitu indra penglihatan, pendengar, peraba, perasa, dan pencium. Dalam pengajaran guru harus menanamkan pengertian dengan cara menjelaskan materi pelajaran sejelas-jelasnya, bukan bertele-tele pada anak didik, sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi anak didik. Kemungkinan kecilnya kesalahan persepsi anak bila penjelasan ini diberikan itu mendekati objek yang sebenarnya.
      Semakin dekat penjelasan guru dengan realitas kehidupan semakin mudah anak didik menerima dan mencerna materi pelajaran yang disajikan. Seseorang anak yang telah memiliki kemampuan persepsi ini berarti telah mampu menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, entah objek itu orang, benda, atau kejadian peristiwa. Objek-objek itu direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental.


B.     Faktor Eksternal (Yang Berasal Dari Luar Diri)
1.      Keluarga
Keluarga adalah ayah, ibu, dan anak-anak serta family yang menjadi penghuni rumah. Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.
Disamping itu, faktor keadaan rumah juga turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Besar kecilnya rumah tempat tinggal, ada atau tidak perlalatan / media belajar seperti, papan tulis, gambar, peta, ada atau tidak ada kamar atau meja belajar, dan sebagainya, semuanya itu juga turut menentukan keberhasilan belajar seseorang.
2.      Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid perkelas, pelaksanaan tata-tertib sekolah, dan sebagainya, semua ini turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Bila suatu sekolah kurang memperhatikan tata-tertib (disiplin), maka murid-muridnya kurang mematuhi perintah para guru dan akibatnya mereka tidak mau belajar sungguh-sungguh di sekolah maupun di rumah.
Hal ini mengakibatkan prestasi belajar anak menjadi rendah. Demikian pula jika jumlah murid perkelas terlalu banyak (50-60 orang), dapat mengakibatkan kelas kurang tenang, hubungan guru dengan murid kurang akrab, control guru menjadi lemah, murid menjadi kurang acuh terhadap gurunya, sehingga motivasi belajar menjadi lemah.
3.      Masyarakat                                       
Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya, apabila tinggal dilingkungan banyak anak-anak yang nakal, tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangfat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi belajar menjadi berkurang.
4.      Lingkungan Sekitar
Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat penting mempengaruhi prestasi belajar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu-lintas, iklim dan sebagainya. Misalnya, bila bangunan penduduk sangat rapat, akan mengganggu belajar. Keadaan lalu-lintas yang membisingkan, suara hiruk-pikuk orang disekitar, suara pabrik, polusi udara, iklim yang terlalu panas, semuanya ini akan mempengaruhi kegairahan belajar. Sebaliknya, tempat yang sepi dengan iklim yang sejuk, ini akan menunjang proses belajar.
Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang didalamnya dihiasi dengan tanaman atau pepohonan yang dipelihara dengan baik. Abotik hidup mengelompokkan dengan baik dan rapi sebagai laboratium alam bagi anak didik. Sejumlah kursi dan meja belajar tertata rapi dan ditempatkan dibawah pohon-pohon tertentu agar anak didik dapat belajar mandiri diluar kelas dan berinteraksi dengan lingkungan. Kesejukan lingkungan membuat anak didik betah berlama-lama di dalamnya. Begitulah lingkungan sekolah yang dikehendaki. Bukan lingkungan sekolah yang gersang, pengap, tandus, dan panas yang berkepanjangan. Oleh karena itu, pembangunan sekolah sebaiknya berwawasan lingkungan, bukan memusuhi lingkungan.

6. Perbedaan Antara Paradikma Behaviorisme, Koknitifisem,
    Dan Konstruktifisem

Paradigma Pembelajaran Behaviorisme
Teori pembelajaran behavioristik mencari penjelasan-penjelasan dari tingkah laku yang sederhana yang dapat didemonstrasikan secara ilmiah. Oleh karena itu, arena manusia dianggap menyerupai mesin, penjelasan behavioristik cenderung agak bersifat mekanis. Teori ini memanfaatkan dua kategori penjelasan tentang pembelajaran, yaitu penjelasan berdasarkan pada perilaku stimulus dan respon, dan penjelasan berdasarkan akibat dari tingkah laku yaitu penguatan dan hukuman (reinforcement and punishment).

Beberapa prinsip dari teori behavioristik adalah sebagai berikut:
o pengulangan
o tugas secara berurutan dari hal-hal yang kecil dan konkret
o penguatan positif dan negatif
o konsistensi dalam penggunaan penguat selama proses belajar mengajar
o kebiasaan dan respon yang tidak diharapkan dapat dihancurkan dengan menghilangkan penguat positif yang terhubung pada mereka
o penguatan yang cepat, konsisten dan positif meningkatkan kecepatan pembelajaran
o ketika suatu item dipelajari, penguatan yang diberikan akan memperkuat daya ingat

Paradigma Pembelajaran Kognitifisem
                 Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan secara sadar. Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau interaksi antara orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan. Psikologi kognitif menekankan pada penting proses internal atau proses-proses mental.

Prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai berikut.
a.       Belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan kesadaran.
b.      Sehubungan dengan pembelajaran, teori belajar perilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat bahwa guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak, seperti penyelesaian tugas rumah, hasil tes, disamping itu juga harus memperhatikan faktor manusia dan lingkungan psikologisnya.
c.       Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berpikir setiap orang tidak sama dan tidak tetap dari waktu ke waktu.
Paradigma Pembelajaran Konstruktivisem
Konstruktivisme merupakan teori pembelajaran yang mengargumentasikan bahwa manusia membangun makna dari berbagai struktur pengetahuan yang ada pada dirinya. Pada waktu-waktu yang lalu pemikiran konstruktivis tidak dihargai secara luas karena persepsi bahwa anak-anak bermain dipandang tidak bertujuan dan memiliki sedikit manfaat. Dewasa ini, teori konstruktivis sangat berpengaruh khususnya pada sektor pembelajaran informal dan mulai diperkenalkan dalam sektor pembelajaran lainnnya.
Teori konstruktivisme menjelaskan bagaimana pengetahuan diinternalisasikan oleh pembelajar, yaitu melalui dua macam proses, yaitu proses akomodasi dan asimilasi. Ketika seseorang berasimilasi, ia menggabungkan pengalaman baru ke dalam kerangka yang sudah ada tanpa mengubah kerangka tersebut. Di sisi lain, akomodasi adalah proses membuat kerangka ulang pada representasi mental seseorang tentang dunia luar agar bisa sesuai dengan pengalaman-pengalaman baru yang diterima.
Perlu dipahami bahwa konstruktivisme tidak menganjurkan suatu cara pendidikan tertentu, tetapi menggambarkan bagaimana pembelajaran seharusnya berlangsung, yaitu bahwa pembelajar mengkonstruksi pengetahuan. Konstruktivisme merupakan gambaran kognisi manusia yang sering dikaitkan dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang mempromosikan learning by doing.
Dalam kaitan dengan pembelajar, teori konstruktivisme memandang siswa sebagai individu unik dengan kebutuhan dan latar belakang yang unik, dan memiliki kepribadian yang kompleks dan multidimensional.  Teori konstruktivisme tidak hanya mengakui keunikan dan kompleksitas pembelajar, tetapi juga mendorong, memanfaatkan, dan menghargainya sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.
                                                                                        


7. Peranan Guru Agar Siswa Dapat Belajar Secara Optimal Dan Memperoleh Hasil Belajar Secara Optimal
Guru adalah komponen yang penting dalam pendidikan, yakni orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, dan bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam rangka membina anak didik agar menjadi orang yang bersusila yang cakap, berguna bagi Nusa dan Bangsa di masa yang akan datang. Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya. Jadi, inti dari peran guru sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru dengan siswa yang dibimbingnya.

Cara guru untuk dapat mengoptimalkan proses belajar dan hasil belajarnya :
1.      Guru harus memiliki  pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya pemahaman  tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak, dan latar belakang kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka.
2.      Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya.
3.      Guru seyogyanya  dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan saling percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi.
4.      Guru senantiasa memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengkonsultasikan berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang berada di kelas maupun di luar kelas.
5.      Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsup umum konseling dan menguasai teknik-tenik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan siswanya, khususnya ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya.
8. Tindakan Yang Saya Akan Lakukan :
                Jika dalam suatu kelas yang saya ajar ada salah satu siswa yang sering meninggalkan kelas/tempat duduk dan cenderung mengganggu temannya, maka tindakan pertama yang saya lakukan adalah memberikan nasehat secara baik, dan dengan suara yang lemah lembut agar siswa tersebut tidak marah. Jika dengan memberi nasehat anak tidak berubah maka saya akan memberinya perhatian khusus, mungkin dengan cara mendekati tempat dududknya ketika pelaksanaan kbm sedang berlangsung. Selain itu guru dapat melakukan pemindahan tempat duduknya. Siswa yang sering mengganggu temannya tempat duduknya dipindahkan didepan dekat tempat duduk gurunya. Dengan cara seperti itu diharapkan dapat memperkecil ruang gerak siswa dalam berpindah tempat duduk dan sering mengganggu temannya. Jika didalam suatu kelas ada lebih dari satu anak yang suka mengganggu temannya maka guru harus melakukan pemisahan tempat duduknya, agar didalam proses pembelajaran tidak terjadi kegaduhan dan keramaian yang akan membuat siswa lain terganggu.